APBN, APBD dan Pajak

 
APBN, APBD dan Pajak


{getToc} $title={Daftar Isi}

Ekonomi

APBN, APBD dan Pajak

A. Konsep Dasar APBN

APBN adalah undang-undang, sehingga merupakan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR, sesuai pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Pemerintah menyusun APBN setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara. APBN tersebut harus dikelola secara tertib dan bertanggung jawab sesuai kaidah umum praktik penyelenggaraan tata ke pemerintahan yang baik. APBN memuat daftar terperinci tentang rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-undang.

1. Fungsi dan Tujuan APBN

APBN digunakan sebagai alat mengatur pengeluaran dan pendapatan negara untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian. Penyusunan APBN memiliki tujuan sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam melaksanakan kegiatan kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

a. Fungsi APBN

Di dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2003 pasal 3 dikemukakan tentang fungsi APBN, sebagai berikut.

1. Fungsi Otorisasi.

Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

2. Fungsi Perencanaan

Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3. Fungsi pengawasan

Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

4. Fungsi alokasi

Fungsi alokasi berkaitan dengan intervensi Pemerintah terhadap perekonomian dalam mengalokasikan sumber daya ekonominya agar lebih efisien.

5. Fungsi distribusi

Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi distribusi ini berkaitan dengan pendistribusian barang-barang yang diproduksi oleh masyarakat. Peran penting kebijakan fiskal dalam redistribusi dan alokasi anggaran pemerintah antara lain adalah penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

6. Fungsi stabilitasi

Fungsi stabilitasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi. 

b. Tujuan APBN

Setiap tahun pemerintah menyusun APBN untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tujuan penyusunan APBN pada akhirnya adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, baik material maupun spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

Secara umum tujuan penyusunan APBN adalah sebagai berikut.

1) Memelihara stabilitas ekonomi dan mencegah terjadinya defisit anggaran

2) Sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan kegiatan kenegaraan dan peningkatan kesempatan kerja yang diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat.

3) Memungkinkan pemerintah memenuhi prioritas belanja.

4) Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik melalui proses pemrioritasan.

2. Format APBN

Sejak APBN tahun 2000, Indonesia mulai menggunakan format I-account untuk menggantikan format sebelumnya, yaitu T-account. Pada format T-account, pencantuman untuk penerimaan berada di sebelah kiri dan belanja di sebelah kanan serta menggunakan prinsip anggaran berimbang dan dinamis.

Sedangkan pada format I-account, pencantuman pendapatan dan belanja berada pada satu kolom, sehingga dapat terlihat besaran surplus/ defisit yang didapat dari besaran pendapatan negara dikurangi besaran belanja negara. Lebih jauh lagi, jika terdapat defisit maka besaran pembiayaan untuk menutupinya pun dapat dilihat dalam format I-account.

a. Sumber-sumber Penerimaan Negara

Penerimaan negara adalah semua pendapatan negara yang berasal dari penerimaan dalam negeri serta penerimaan hibah dalam dan luar negeri selama tahun anggaran yang bersangkutan.

1) Penerimaan dalam negeri, terdiri atas :

1. Penerimaan perpajakan, yang meliputi :

  • a. Pajak dalam negeri, terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), cukai dan pajak lainnya.
  • b. Pajak perdagangan internasional, terdiri atas bea masuk dan bea keluar.

2. Penerimaan negara bukan pajak meliputi :

  • a. Bagian laba BUMN
  • b. Penerimaan sumber daya alam, seperti migas dan nonmigas
  • c. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lainnya
  • d. Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU)

2) Hibah

Hibah merupakan pemberian dana secara sukarela yang tidak perlu dibayar kembali dan tidak mengikat, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri

b. Jenis-jenis Pengeluaran Negara

Pembelanjaan negara terdiri atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai tugas-tugas umum pemerintah dan kegiatan operasional pemerintah pusat, pembayaran bunga atas utang dalam negeri dan utang luar negeri, pembayaran subsidi dan pengeluaran rutin lainnya.

Pengeluaran pembangunan adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang dibebankan pada anggaran belanja pemerintah pusat. Belanja negara adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan daerah. Belanja pemerintah pusat adalah semua pengeluaran Negara untuk membiayai pengeluaran pembangunan.

Jika ditinjau menurut sifatnya, belanja atau pengeluaran tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :

a. Belanja yang bersifat ekskausif, yaitu belanja untuk membeli barang atau jasa yang langsung dikonsumsi atau dapat menghasilkan barang lain. Misalnya, penyediaan vaksin untuk imunisasi (langsung dikonsumsi), pembelian pesawat atau kapal terbang (dapat menghasilkan pendapatan untuk memperoleh barang lain).

b. Belanja yang bersifat transfer, yaitu belanja untuk kegiatan-kegiatan sosial yang tidak produktif. Misalnya sumbangan untuk korban bencana alam, subsidi, bea siswa dan lain-lain.

B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

1. Pengertian

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

2. Fungsi dan Tujuan APBD

a. Fungsi APBD

APBD yang disusun oleh setiap daerah memiliki fungsi sebagai berikut :

1) Fungsi otorisasi

Bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan, dan belanja untuk masa satu tahun. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

2) Fungsi perencanaan

Bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3) Fungsi pengawasan

Mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

4) Fungsi alokasi

Mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi, dan efektifitas perekonomian daerah.

5) Fungsi distribusi

Memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan.

6) Fungsi stabilitasi

Memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara, dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

b. Tujuan APBD

Tujuan penyusunan APBD adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran daerah, agar terjadi keseimbangan yang dinamis, demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Adapun tujuan akhirnya adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Berikut ini rincian tujuan penyusunan APBD.

1) Untuk memberikan arahan bagi pemerintah dalam melaksanakan fungsi yang diembannya

2) Untuk melihat dan mengevaluasi kinerja pemerintah dalam upaya mensejahterahkan masyarakat karena anggaran disusun berdasarkan kinerja

3) Sebagai sumber data yang akurat bagi rakyat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah

4) Sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah dalam menggunakan pendapatan dari masyarakat yang dipungut melalui pajak

c. Sumber-sumber Penerimaan Daerah

Pemerintah daerah memiliki berbagai sumber pendapatan untuk membiayai pelaksanaan tugas dan fungsinya. Adapun sumber-sumber pendapatan pemerintah daerah sebagai berikut :

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sumber-sumber PAD adalah sebagai berikut.

a) Pajak daerah : Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. 

b) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

c) Lain-lain PAD yang sah 

d) Dana Perimbangan : Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah. Dana perimbangan terdiri atas : Dana Bagi Hasil, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

  • Dana Alokasi Umum, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
  • Dana Alokasi Khusus, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

e) Lain-lain Pendapatan : Lain-lain pendapatan bertujuan memberi peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan dari PAD, dana perimbangan, dan pinjaman daerah. Lain-lain pendapatan terdiri dari hibah dan dana darurat.

2) Jenis-jenis Pengeluaran Daerah

Pengeluaran pemerintah daerah terdiri atas pengeluaran belanja, bagi hasil ke daerah yang menjadi otoritasnya, dan pembiayaan. Belanja terdiri atas tiga macam pengeluaran, yaitu belanja rutin, belanja modal, dan belanja tidak terduga. 

C. Pajak

a. Pengertian Pajak

Satu sumber utama pendapatan negara yang paling besar adalah penarikan pajak. Jumlah yang sangat besar membuat pajak sebagai sumber dana yang terpenting bagi pemerintah. Tanpa menarik pajak, Negara kita akan mengalami kesulitan untuk melaksanakan program pembangunan. Menurut Adriani yang dikutip oleh Sari (2013) pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah. 

b. Fungsi Pajak

Pajak memegang peranan yang sangat penting bagi suatu negara, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara, yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur kegiatan ekonomi dan sebagai pemerataan pendapatan masyarakat. Pajak memiliki beberapa fungsi yaitu:

a) Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai defenisi, terlihat adanya dua fungsi pajak, yaitu:

1) Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Yaitu sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan. 

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. 

2) Fungsi Mengatur (Reguler)

Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang keuangan (umpanya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan) misalnya : mengadakan perubahan tarif, memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau sebaliknya pemberatan-pemberatan yang khusus ditujukan kepada masalah tertentu. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain dua fungsi diatas, pajak juga memiliki fungsi lain, yaitu:

3) Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.

4) Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang padaakhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

5) Fungsi demokrasi

Pajak yang sudah dipungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak. (Sari : 2013)

c. Asas Pemungutan Pajak

Menurut Adam Smith yang dikutip oleh Sari (2013), bahwa terdapat 4 Asas Pemungutan Pajak:

1) Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. 

2) Asas Certainty (asas kepastian hukum)

Semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.

3) Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan)

Pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.

4) Asas Efficiency/Economic of Collection (asas efisien atau asas ekonomis)

Biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

d. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak adalah tata cara yang dipakai untuk mengumpulkan pajak dari para wajib pajak. Secara umum terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System dan Withholding Tax System.

e. Jenis-Jenis Pajak

Menurut Sari (2013) pajak dapat dikelompokkan ke dalam golongan sebagai berikut:

1) Pajak Menurut Kewenangannya (Pihak yang memungut)

Pajak berdasarkan pihak yang memungut dikelompokkan dalam pajak negara dan pajak daerah.

2) Pajak Menurut Pembebanannya (Pihak yang menanggung)

Pajak berdasarkan pihak yang menanggung dikelompokkan dalam pajak langsung dan pajak tidak langsung.

3) Pajak Menurut sifatnya

Pajak berdasarkan sifatnya di kelompokkan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif.

Mardiasmo (2011) didalam bukunya menjelaskan ada 4 macam tarif pajak, yaitu:

1) Tarif Progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

2) Tarif Degresif

Yaitu persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

3) Tarif Proporsional

Tarif proporsional berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

4) Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh: besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nominal berapapun adalah Rp. 3.000,00. {alertInfo}

f. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh 21)

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak (Lubis, 2017:83). Tahun pajak dalam Undang-undang adalah tahun takwim, namun wajik pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan.

g. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek atau bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. Subjek PBB merupakan orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan memperoleh manfaat atas bangunan. Pajak bumi dan bangunan didasarkan pada UU No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 

h. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Penyerahan barang kena pajak adalah setiap kegiatan penyerahan barang kena pajak. Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen).sedangkan tarif PPN sebesar 0% (nol persen) Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan pajak PPN. Dengan demikian, pajak masukan yang telah dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, pemerintah diberi wewenang mengubah tarif pajak diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi- tingginya 15% (lima belas persen). Rumus Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai

PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak {alertSuccess}

i. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah( PPnBM)

PPn BM merupakan pungutan tambahan disamping PPN. PPn Bm hanya dikenakan (satu) kali pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor BKP yang tergolong mewah. Saat pengenaan pajak pada pertambahan nilai atas barang mewah, ada beberapa ketentuan yang diperhatikan. Rumus Perhitungan PPnBM

PPnBM = Dasar pengenaan Pajak PPnBM x Tarif  Pajak PPnBM {alertSuccess}

j. Bea Materai

Dasar hukum pengenaan bea materai adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 atau Disebut juga undang-undang bea materai. Undang-Undang ini berlaku sejak peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah No. 24 Tahun 2000. Undang-Undang tentang Bea Meterai diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai. UU 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai mencabut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai. Tentang perubahan tarif bea materai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan bea materai.

Post a Comment

To be published, comments must be reviewed by the administrator.

Previous Post Next Post