Bangkitlah Indonesia |
{getToc} $title={Daftar Isi}
Terbentuknya Kesadaran Nasionalisme Indonesia
Nasionalisme merupakan sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan. Sehingga masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri. Nasionalisme juga merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada.
A. Pengertian Nasionalisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nasionalisme atau kesadaran nasional memiliki pengertian yaitu sebagai kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu. Berdasarkan pada penjelasan tersebut diketahui bahwa suatu kesadaran nasional atau nasionalisme memerlukan pengetahuan tentang situasi bangsa dan Negara dari segi sosial, politik, dan budaya. Nasionalisme secara umum tumbuh dan berkembang di kalangan kaum terpelajar pada suatu bangsa.
Nasionalisme di kalangan terpelajar tumbuh karena sejumlah alasan. Alasan pertama, kesadaran akan kesamaan politik yang disebabkan oleh penindasan atau penjajahan oleh bangsa lain atau penguasa yang otoriter. Kedua, kesadaran akan kesamaan ras, bahasa, tradisi, sejarah, dan budaya. Ketiga, kesadaran akan kesamaan fisik, seperti tanah air dan geografi. Keempat, kesadaran akan kesamaan agama dan ideologi.
Faktor yang mempengaruhi tumbuhnya jiwa nasionalisme di setiap negara disesuaikan dengan situasi dan kondisi negara tersebut. Bentuk nasionalisme di setiap bangsa pada masa ke masa memiliki perbedaan sesuai dengan keadaan bangsa itu. Nasionalisme di Indonesia di zaman kolonial, dalam bentuk mengusir penjajah untuk memperoleh kemerdekaan dengan ikut maju berperang dengan penjajah.
B. Pengaruh Perluasan Kekuasaan Kolonial Barat
Pada akhir abad ke-18, VOC dibubarkan dan digantikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah kolonial Belanda tetap berusaha memperkuat kedudukannya dan memperluas wilayah kekuasaannya di Nusantara. Pada mulanya kolonial Barat hanya ingin mendominasi perekonomian lama kelamaan kolonial Barat menguasai politik dan ekonomi. Akibatnya seluruh politik dan ekonomi Indonesia dirampas oleh kolonial Barat. Penjajahan dan penindasan inilah yang menyebabkan kesadaran Bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajah dengan cara berjuang.
Untuk memperoleh keuntungan yang besar, pemerintah kolonial Belanda melaksanakan Sistem Tanam Paksa sejak 1830. Sistem Tanam Paksa menimbulkan penderitaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. Sistem Tanam Paksa mendapat kritikan tajam dari orang-orang Belanda sendiri yang didukung oleh kaum liberal. Pada tahun 1870 Sistem Tanam Paksa dihapuskan. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menjalankan politik liberal (1879 - 1900).
Pelaksanaan politik liberal ternyata juga menimbulkan kemiskinan dan penderitaan rakyat. Akibatnya, timbul reaksi, kritik dan kecaman dari berbagai organisasi sosial, politik, dan keagamaan terhadap politik liberal. Akhirnya, pada permulaan abad ke-20 pemerintah kolonial Belanda melaksanakan Politik Etis. Perluasan kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia membawa akibat dari berbagai segi kehidupan, seperti berikut:
1. Bidang Politik
Pengaruh Belanda makin kuat dalam bidang politik. Secara sistematis, pemerintah kolonial Belanda berhasil melemahkan bahkan menghapus kekuasaan penguasa pribumi. Kerajaan-kerajaan besar dan berpengaruh pada masa lalu satu demi satu ditempatkan di bawah kekuasaan Belanda. Raja-raja diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Para bupati dan lurah tidak lagi memegang kekuasaan.
Para bupati dijadikan pegawai negeri dan digaji. Wibawa mereka merosot di mata rakyat dan posisi itu menjauhkan mereka dari rakyat. Para penguasa pribumi tersebut ada yang terpaksa dan ada pula yang dengan senang hati menjalankan pemerintahan sesuai dengan keinginan Belanda. Karena itulah, rakyat menganggap bahwa para penguasa pribumi tersebut sebagai bagian dari pemerintahan kolonial. Jika ada yang mencoba menjalankan kebijaksanaan menyimpang dari hal yang sudah digariskan mereka akan menghadapi risiko dipecat atau dibuang.
2. Bidang Ekonomi
Perluasan kekuasaan kolonial Belanda di wilayah Indonesia menimbulkan akibat di bidang ekonomi. Berdasarkan laporan yang ada pada awal abad ke-20 diketahui bahwa penghasilan rata-rata sebuah keluarga di Jawa hanya 64 gulden Belanda setahun.
Dengan penghasilan yang sangat sedikit tersebut, mereka masih harus melakukan berbagai kewajiban. Kemiskinan dan penderitaan yang dialami oleh rakyat jajahan adalah salah satu akibat dari pelaksanaan politik Drainage (politik pengrekrutan kekayaan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda). Politik Drainage mencapai puncaknya pada masa pelaksanaan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan sistem ekonomi liberal. Selama pelaksanaan sistem tanam paksa, pemerintah kolonial Belanda memperoleh keuntungan ratusan juta gulden Belanda. Keuntungan yang diperoleh itu semua digunakan untuk membangun Negeri Belanda. Sistem ekonomi liberal pun tidak meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia.
3. Bidang Sosial
Perluasan kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia menimbulkan terjadinya perubahan sosial bagi negeri jajahan. Hal yang menonjol dalam kehidupan sosial yang dihadapi penduduk negeri jajahan adalah diskriminasi yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda. Diskriminasi itu berdasarkan golongan dalam masyarakat, bahkan berdasarkan suku bangsa. Pihak penjajah Belanda dan penduduk berkulit putih sebagai golongan minoritas memiliki hak-hak istimewa. Penduduk pribumi berkulit sawo matang sebagai golongan mayoritas hampir tanpa diberikan hak tapi mereka hanya diberikan kewajiban. Adanya diskriminasi ras mengakibatkan jarak antara golongan Barat (Belanda) dengan golongan pribumi menjadi lebar.
Berdasarkan golongan dalam masyarakat, status sosial orang bumiputra lebih rendah daripada golongan Timur Asing (Cina dan Arab). Dalam lingkungan suku-suku bangsa pun diadakan diskriminasi.
4. Bidang Kebudayaan
Pengaruh kehidupan barat dalam lingkungan kehidupan tradisional tampak makin luas. Cara bergaul, gaya hidup, cara berpakaian, bahasa dan pendidikan Barat mulai dikenal di kalangan atas. Dalam suasana yang demikian timbul kekhawatiran bahwa pengaruh kehidupan Barat dapat merusak nilai-nilai kehidupan tradisional. Tantangan kuat datang dari para pemimpin agama, mereka memandang kehidupan model Barat bertentangan dengan ajaran agama dan menjadi dasar ajakan untuk melakukan perlawanan.
Untuk membebaskan dari tindakan sewenang-wenang kaum penjajah, tokoh-tokoh masyarakat yang berjiwa pahlawan bangkit dan berjuang melawan penjajah. Perlawanan rakyat melawan penjajah Belanda terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Akan tetapi semua perlawanan tidak berhasil mengusir penjajah Belanda dari Bumi Nusantara.
Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan itu, antara lain sebagai berikut:
- a. Perlawanan masih bersifat kedaerahan
- b. Perlawanan tidak serentak dan tidak ada koordinasi antar daerah
- c. Perlawanan sangat bergantung pada pemimpin
- d. Penjajah selalu menjalankan politik adu domba (devide et impera).
Berbagai pengalaman pahit akibat perluasan kekuasaan kolonial dan kegagalan berbagai perlawanan rakyat melawan Belanda, pada abad ke-19 mendorong munculnya nasionalisme di kalangan penduduk pribumi. Penduduk pribumi bertekad mengusir penjajah dari bumi Nusantara dengan melawan penjajah Belanda untuk memperoleh kemerdekaan.
C. Pengaruh Perkembangan Pendidikan Barat
Sejak abad ke-19 pemerintah Belanda secara lambat laun membuat sekolah-sekolah. pendidikan itu ternyata begitu menarik bagi pemuda Indonesia. Selain lembaga pendidikan kolonial ada juga lembaga pendidikan swasta yaitu Taman Siswa, Muhamadiyah, Missi, dan Zending. Hasil pendidikan telah menumbuhkan suatu golongan cerdik-pandai di kalangan rakyat Indonesia. Golongan ini sadar akan dirinya dan keadaan yang serba terbelakang dari masyarakatnya. Mereka mulai bangkit menjadi suatu kekuatan sosial baru, yang berjuang untuk perbaikan nasib bagi rakyat Indonesia.
Dalam menghadapi keadaan baru di kalangan rakyat tersebut, penjajah Belanda terdapat perbedaan pendapat. Disatu pihak ada pendapat bahwa nasionalisme dapat dihadapi dengan memperluas lembaga-lembaga pendidikan, dan alat-alat pemerintahan dalam bidang sosial. Dipihak lain para penguasa, terutama gubernur jenderal sangat mengkhawatirkan akan perkembangan baru ini, karena dipandang dapat mengancam kelangsungan hidup kolonialisme Belanda.
Keadaan serupa juga terdapat di kalangan Belanda yang konservatif, baik pegawai pemerintah maupun oleh pemerintah koloniasl Belanda. Didirikannya sekolah-sekolah pada zaman kolonial sudah tentu tujuannya yang utama ialah untuk kepentingan pemerintah kolonial. Jenis tingkat dan mutu sekolah tersebut juga di sesuaikan dengan kebutuhan pada waktu itu. Terutama untuk memperoleh tenaga bawahan kasar yang terdidik, karena itu menjelang akhir abad ke 19 sekolah yang disebut “modern” terbatas sekali. Mula-mula diperkenalkan kepada rakyat pribumi dua macam sekolah dasar yakni sebagai berikut:
• Sekolah kelas dua ialah sekolah untuk mendidik calon-calon pegawai rendah, muridnya berasal dari golongan masyarakat biasa.
• Sekolah kelas satu, khusus untuk anak-anak dari golongan masyarakat menengah, untuk anak-anak Eropa dan orang asing lainnya didirikan sekolah yang hanya khusus untuk mereka. Sejak awal abad ke-20 diperkenalkan sistem sekolah desa, penyelenggaraan sekolah ini tergantung kepada kemampuan masyarakat setempat. Pemerintah hanya memberikan subsidi dan pengawasan. Lama belajar ialah tiga tahun, mata pelajaran yang diajarkan ialah membaca, menulis dan berhitung. Sekolah setingkat SD untuk anak keturunan Eropa ialah ELS (Europese Lagere School” ada juga sekolah guru “kweek school” dan sekolah menengah dagang modern “MMHS”
Sekolah HIS (Sekolah Dasar) didirikan untuk anak-anak golongan atas dan bahasa Belanda digunakan sebagai bahasa pengantar. Setelah lulus mereka dapat melanjutkan ke MULO (SMP) dan seterusnya ke AMS (SMA). Disamping sekolah umum juga di sekolah kejuruan, seperti sekolah pamong praja, sekolah guru, sekolah teknik, sekolah dagang dan sebagainya. Sekolah yang diusahakan swasta asing, yakni missi dan zending.
Sekolah swasta pribumi biasanya didirikan oleh organisasi partai atau organisasi keagamaan. Seperti sekolah yang didirikan Sarekat Islam dan Muhammadiyah, juga terkenal sekolah Taman Siswa, Ksatrian Institut, Perguruan Rakyat dan INS Kayutanam.
D. Pengaruh Perkembangan Pendidikan Islam
Sekolah yang didirikan organisasi Islam seperti Muhamadiyah bersifat modern karena proses pembaharuan namun masih bersifat Islami. Pendidikan Islam ialah pendidikan yang dikelola oleh umat Islam dengan tujuan untuk menanamkan nilai-nilai Islam kepada peserta didiknya. Tiga macam sistem pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan di Langgar atau di Surau.
Langgar atau surau dikelola oleh seorang petugas yang disebut amil, modin dan memiliki peran sebagai guru Agama. Pelajaran agama yang diberikan adalah pelajaran dasar, yaitu mempelajari huruf Arab atau atau menirukan guru yang membacakan surat dalam kitab Al Qur’an.
2. Pendidikan Pesantren.
Pendidikan pesantren merupakan pengembangan dari pendidikan surau atau langgar. Lembaga ini telah dikenal masyarakat Islam Indonesia. Ketika Belanda menyisihkan umat Islam dari model pendidikan Belanda, lembaga sepeti inilah yang menjadi penyangga pendidikan umat Islam.
3. Pendidikan Madrasah.
Dalam perkembangannya sistem pendidikan madrasah ini ada yang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah. Madrasah yang setingkat dengan sekolah dasar disebut Ibtidaiyah, yang setingkat dengan SMP disebut Tsanawiyah dan yang sederajat dengan SMA disebut Aliyah. Melalui sistem pendidikan di langgar atau surau, pondok pesantren, dan madrasah inilah, kekuatan moral para pemimpin Islam tidak pernah pudar dalam berjuang untuk lepas dari penjajahan kolonial Belanda.
Beberapa tokoh pejuang tersebut diantaranya, KH Ahmad Dahlan, Abdullah Ahmad, Syeh M Jamil Jambek, H Zainuddin Labai dan KH Hasyim As’ari. Ciri-ciri perjuangan bangsa Indonesia pada masa pergerakan nasional, antara lain sebagai berikut:
- Digerakkan oleh golongan terpelajar yang berwawasan luas.
- Bersifat kebangsaan.
- Menggunakan organisasi modern.
- Tidak tergantung pada seorang pemimpin.
- Tidak mengandalkan perjuangan fisik, tetapi berdasarkan gerakan sosial, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan politik.