Masa Praaksara di Indonesia

 
Masa Praaksara di Indonesia

{getToc} $title={Daftar Isi}

A. Pengertian Masa Praaksara

Masa Praaksara/prasejarah merupakan kurun waktu (zaman) pada saat manusia belum mengenal tulisan atau huruf. Praaksara disebut juga zaman nirleka, yaitu zaman tidak ada tulisan. Setelah manusia mengenal tulisan maka disebut zaman sejarah. Bangsa Indonesia meninggalkan zaman praaksara 400 M. Sumber utama zaman pra sejarah adalah benda berupa fosil dan artefak. Zaman praaksara atau zaman prasejarah merupakan zaman manusia saat belum mengenal tulisan. Selain itu, zaman praaksara juga disebut zaman nirleka, yang berarti zaman ketika tulisan belum ditemukan (nir = tidak; leka = tulisan aksara).

Terkait dengan penjelasan di atas, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman yang merupakan pembabakan, terdiri dari:

1. Zaman Arkeozoikum/zaman tertua, (kira-kira 2.500 juta tahun yang lalu). Pada masa itu bumi dalam proses pembentukan. Permukaan bumi masih sangat panas sehingga belum terdapat makhluk hidup yang tinggal di bumi. 

2. Zaman Paleozoikum/zaman primer, (kira-kira 340 juta tahun yang lalu). Zaman ini ditandai dengan terjadinya penurunan suhu yang amat drastis di bumi, bumi mendingin. Makhluk hidup pertama kali diperkirakan muncul, yaitu makhluk bersel satu dan tidak bertulang belakang seperti bakteri, serta sejenis amfibi.

3. Zaman Mesozoikum/zaman sekunder, (kira-kira 140 juta tahun yang lalu). Zaman ini ditandai dengan munculnya hewan-hewan reptil besar (dinosaurus), oleh karena itu jaman ini disebut juga zaman reptil.

4. Zaman Neozoikum, (kira-kira 60 juta tahun yang lalu). Kehidupan di zaman ini mulai stabil, berkembang dan beragam. 

B. Jenis-jenis Manusia Purba di Indonesia

Dari hasil penelitian dan penemuan fosil, oleh para ahli purbakala manusia purba banyak ditemukan di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Di Indonesia terdapat beberapa jenis manusia purba, antara lain.

1. Meganthropus Paleojavanicus

Meganthropus paleojavanicus (manusia purba yang besar dan tertua di Jawa) memiliki ciri tubuh yang kekar, diperkirakan sebagai manusia purba yang paling tua di antara manusia purba yang lain. Fosil manusia purba ini ditemukan dan diteliti oleh Dr. G.H.R. von Koenigswald pada tahun 1936 dan 1941.

Pertama kali fosil makhluk ini ditemukan di Sangiran, daerah lembah Bengawan Solo, dekat Surakarta. Ukuran fosil itu, berbadan besar dengan rahang besar, kening menonjol, dan tulang tebal. Dari keadaan itu, maka makhluk Sangiran tersebut dinamakan Meganthropus Paleojavanicus. Meganthropus hidup sekitar 2 juta tahun sebelum masehi dan hidup dengan makan tumbuh-tumbuhan. 

2. Pithecanthropus Erectus

Pithecanthropus erectus (manusia kera yang berjalan tegak). Manusia purba ini memiliki ciri berbadan tegak, dan memiliki tinggi badan antara 165-180 cm. 

Pithecanthropus erectus merupakan manusia purba yang paling banyak ditemukan di Indonesia diantaranya di Mojokerto, Kedungtrubus, Trinil, Sangiran, Sambungmacan, dan Ngandong. Pertama kali ditemukan oleh Eugene Dubois di Trinil dekat Sungai Bengawan Solo, Surakarta, tahun 1891.

3. Homo

Homo berarti manusia. Manusia purba jenis ini memiliki ciri yang lebih sempurna dibandingkan dengan manusia purba sebelumnya. Beberapa jenis homo yang ditemukan di Indonesia antara lain Homo Soloensis (manusia dari Solo). Ditemukan pada tahun 1931-1934, olah Ter Haar dan Ir. Oppenorth di Ngandong, Lembah Sungai Bengawan Solo. Ciri-ciri Homo Soloensi yaitu berjalan tegak dengan tinggi badan 180 cm. 

Homo Wajakensis (manusia dari Wajak). Ditemukan pada tahun 1889, olah Van Reitschoten di Wajak, Tulungagung, Jawa Timur. Ciri-ciri Homo Soloensi yaitu berjalan tegak dengan tinggi badan 130-210 cm, tengkoraknya lebih bulat muka tidak terlalu menjorok ke depan, dan memiliki kemampuan membuat peralatan dari batu, tulang dan kayu. 

Homo Sapiens (manusia cerdas). Merupakan generasi terakhir dari manusia purba. Homo sapiens hidup di Zaman Holosen sekitar 4000 tahun yang lalu. Memiliki ciri fisik hampir sama dengan manusia modern saat ini.

C. Hasil Kebudayaan Masa Praaksara 

1. Kebudayaan Paleolithikum

Kebudayaan Paleolithikum atau kebudayaan Batu Tua. Peralatan yang digunakan ada masa ini terbuat dari batu yang masih kasar. Para ahli membagi kebudayaan Paleolithikum menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.

a. Kebudayaan Pacitan

 Kebudayaan Pacitan mulai dikenal setelah Von Koenigswald pada tahun 1935 menemukan alat-alat dari batu di Punung. Diperkirakan alat ini memiliki fungsi sebagai penusuk penggali tanah untuk mencari sejenis ubi. Alat ini disebut kapak genggam dan ada beberapa alat berbentuk kecil yang disebut serpih. Pendukung kebudayaan Pacitan diperkirakan jenis Meganthropus, berupa kapak genggam. Alat Pacitan disebut dengan chopper (alat penetak).

b. Kebudayaan Ngandong

 Kebudayaan Ngandong merupakan kebudayaan atas dasar penemuan alat-alat di daerah Ngandong, dekat Ngawi, Madiun. Di daerah-daerah ini ditemukan banyak alat-alat dari tulang binatang dan tanduk rusa. Alat-alat ini memiliki kegunaan untuk penusuk atau belati dan tombak. 

2. Kebudayaan Mesolithikum

Pada zaman Mesolithikum (kebudayaan Baru Madya). Alat-alat di zaman Mesolithikum di kenal dengan kebudayaan Kjokkenmodinger (tumpukan kerang) dan kebudayaan abris sous roche (cap tangan).

a. Kebudayaan Kjokkenmoddinger

 Alat budaya dari batu yang ditemukan di dalam Kyokkenmodinger antara lain kapak sumatera/pebble yang digunakan untuk memotong, menggali, dan menguliti. Ditemukan juga batu pipisan/batu giling yang digunakan untuk menggiling obat-obatan/ menggiling zat pewarna untuk hematit atau lukisan. Alat-alat ini ditemukan di timbunan bukit remis (kyokkenmodinger) di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam serta gua-gua di Besuki, Jawa Timur. Kyokkenmodinger berasal dari kata kyokken yang berarti dapur dan modding yang berarti sampah. Artinya, segala sisa makanan (terutama kulit kerang, siput, dan remis) yang dibuang.

 Pada sepanjang garis pantai prasejarah di kawasan timur Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara membentang dari Lhokseumawe sampai Medan (sekitar 40–50 Km dari garis pantai yang sekarang), ditemukan timbunan/bukit remis yang diduga sebagai timbunan sisa makanan dari manusia Australomelanesid yang tinggal di rumah panggung. Pada timbunan kulit kerang ini ditemukan fosil Australomelanesid, kapak sumatera, dan batu pipisan.

b. Kebudayaan abris sous roche 

 Abris sous roche (abris=tinggal, sous=dalam, roche=gua), yaitu peradaban ketika manusia purba menjadikan gua-gua sebagai tempat tinggal. Hasil kebudayaannya adalah Kebudayaan Sampung Bone di Gua Lawa, dekat Sampung Ponorogo, Jawa Timur, berupa tulang manusia jenis Papua Melanesoid, flakes, alat-alat dari tulang, dan tanduk rusa yang ditemukan pada 1928–1931 oleh van Stein Callenfels dan Kebudayaan Toala di Lamoncong, Sulawesi Selatan. Hasil kebudayaan ini adalah lukisan yang terdapat di dinding gua, seperti lukisan manusia, cap tangan, dan binatang yang ditemukan di Gua Raha, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, dan Danau Sentani Papua. 

3. Kebudayaan Neolithikum

Kebudayaan Neolithikum memiliki kebudayaan batu baru. hasil kebudayaan yang terkenal pada zaman Neolitikum ini adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong. Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Geldern atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. 

a. Kapak/Beliung Persegi 

 Kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul. Adapun yang ukuran kecil disebut dengan Tarah atau Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, azimat, atau tanda kebesaran.

b. Kapak Lonjong

 Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar, dan Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia sehingga para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum Papua.

4. Kebudayaan Logam

Zaman logam disebut juga masa perunggu dan besi/masa perundagian. Pada zaman ini, manusia telah menetap dan mulai mengenal pembagian kerja berdasarkan keahlian tertentu. Karena itu, kehidupan masyarakat pada zaman ini telah mengenal adanya pembagian status berdasarkan kekayaan. Pada zaman logam ini, manusia tidak hanya menggunakan bahan dari batu untuk membuat alat kehidupannya, tetapi juga mempergunakan bahan dari logam (perunggu dan besi). Pada masa perundagian (undagi=tukang), manusia purba sudah mengenal bijih logam. Peralatan dan hasil teknologi pada masa Perundagian, antara lain sebagai berikut:

a. Perhiasan

Perhiasan dari perunggu yang ditemukan sangat beragam bentuknya, seperti kalung, gelang tangan dan kaki, bandul kalung dan cincin. Perhiasan perunggu ditemukan di Malang, Bali, dan Bogor. Sedangkan perhiasan dari perunggu berupa gelang, gelang kaki, anting-anting, kalung, cincin.

b. Nekara

Nekara adalah genderang perunggu dengan membran satu. Benda ini diduga digunakan untuk memanggil roh para leluhur untuk turun ke dunia dan memberi berkah serta memanggil hujan. Di daerah asalnya, Dongson, pemilikan nekara merupakan simbol status. Daerah penemuan nekara di Indonesia antara lain, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Roti, dan Pulau Kei serta Pulau Selayar, Pulau Bali, Pulau Sumbawa, Pulau Sangean.

c. Kapak Corong

Kapak corong adalah kapak dari perunggu ini bentuknya seperti corong. Kapak ini disebut juga kapak sepatu karena berbentuk seperti sepatu. Fungsinya untuk memotong kayu. Kapak corong disebut juga kapak sepatu karena kapak disamakan dengan sepatu dan tangkai kayunya disamakan dengan kaki. Salah satu bentuk kapak corong yaitu panjang satu sisinya yang (candrosa), dilengkapi dengan hiasan. Kapak ini banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan di Papua.

d. Senjata

Beberapa mata tombak dan belati perunggu ditemukan di Prajekan (Jawa Timur) dan Bajawa (Flores). Kebudayaan logam yang dikenal di Indonesia berasal dari Dongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara.

e. Manik-manik

Manik-manik yang berasal dari zaman perunggu ditemukan dalam jumlah yang besar sebagai bekal kubur sehingga memberikan corak istimewa pada zaman perunggu.

5. Kebudayaan Megalithikum

Kebudayaan Megalithikum ditandai dengan munculnya bangunan-bangunan suci yang dibuat dari batu besar. Batu-batu itu tidak dikerjakan secara halus tetapi masih secara kasar. Tradisi Megalithikum yang menyangkut hasil kebudayaan banyak dihubungkan dengan kegiatan keagamaan, untuk memuja roh nenek moyang. Hasil kebudayaan Megalithikum, antara lain

a. Menhir

Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang di dirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan. Bangunan menhir yang dibuat oleh masyarakat prasejarah tidak berpedoman kepada satu bentuk saja karena bangunan menhir ditujukan untuk penghormatan terhadap roh nenek moyang.

b. Dolmen

Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Ada kalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas. Dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan (Jawa Ba rat), Bondowoso (Jawa Timur), Merawan, Jember (Jawa Timur), Pasemah (Sumatera), dan NTT.

c. Sarkofagus atau Keranda dan Kubur Batu

Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari Sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari perunggu serta besi. Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut masyarakat Bali Sarkofagus memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam.

d. Punden Berundak-undak

Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal. Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.

D. Berakhirnya Masa Praaksara di Indonesia

Berakhirnya masa praaksara pada tiap bangsa tidak bersamaan. Hal ini berkaitan erat dengan tingkat peradaban dari bangsa yang bersangkutan. Bangsa Sumeria misalnya, telah mengenal tulisan sejak 4000 SM. Bangsa Sumeria menggunakan simbol-simbol sebagai huruf yang disebut piktograf. Sedangkan, Bangsa Mesir Kuno mengenal tulisan sejak 3000 SM. Tulisan Bangsa Mesir Kuno hampir sama dengan tulisan Bangsa Sumeria. Hanya perbedaannya, huruf bangsa Mesir Kuno menggunakan simbol-simbol seperti perkakas, hewan, atau alat transportasi tertentu. Huruf ini disebut hieroglif.

Indonesia mengakhiri masa praaksara pada awal abad ke-5 Masehi. Para pedagang India datang pada saat itu dan membawa kebudayaan dari India berupa seni arsitektur bangunan, sistem pemerintahan, seni sastra dan tulisan. Tulisan tertua di Indonesia terdapat di Batu Yupa, Kutai, Kalimantan Timur. Tulisan tersebut menggunakan huruf Pallawa. Sejak berakhirnya masa praaksara, muncullah masa aksara (masa sejarah). Sistem pemerintahan kerajaan mulai berkembang dan kegiatan perdagangan dan pelayaran pun semakin berkembang.

Post a Comment

To be published, comments must be reviewed by the administrator.

Previous Post Next Post