Cerita Rupiah Indonesia |
Cerita Rupiah Indonesia
Sampai saat ini apa yang Anda rasakan berkaitan dengan perkembangan ekonomi Indonesia? Pasti Anda banyak mengalami perubahan-perubahan baik yang berdampak langsung maupun tidak langsung kepada kita. Seperti contoh perubahan nilai tukar rupiah yang mengalami perubahan setiap harinya yang berdampak kepada harga barang-barang. Kebijakan pemerintah mengenai perekonomian juga akan berdampak kepada kita, misalkan kebijakan pengurangan subsidi BBM, listrik, pangan, dll.
Sejak proklamasi kemerdekaan, perekonomian Indonesia terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Mulai dari masa awal kemerdekaan, demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, orde baru, sampai masa reformasi. Dalam rentang waktu tersebut, berbagai upaya telah dilakukan hingga perekonomian Indonesia dapat berkembang ke arah yang lebih baik. Agar Anda dapat mengetahui perkembangan ekonomi Indonesia dari awal kemerdekaan hingga masa reformasi, pelajarilah uraian berikut ini.
1. Perkembangan Ekonomi Pada Awal Kemerdekaan
Pada akhir pemerintahan pendudukan Jepang dan awal berdirinya Republik Indonesia, keadaan ekonomi Indonesia sangat kacau. Inflasi yang hebat menimpa negara Republik Indonesia yang baru berumur beberapa hari. Sumber inflasi adalah beredarnya mata uang Jepang secara tak terkendali, sehingga ekonomi kita bertambah sulit. Pemerintah Republik tidak dapat menyatakan bahwa uang pendudukan Jepang tidak berlaku. Hal ini disebabkan negara sendiri belum memiliki uang untuk penggantinya. Kas pemerintah kosong. Pajak-pajak dan bea masuk lainnya sangat berkurang, sebaliknya pengeluaran negara semakin bertambah.
Untuk sementara waktu kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah mengeluarkan penetapan berlakunya beberapa mata uang sebagai tanda pembayaran yang sah di wilayah RI. Pada masa itu ditetapkan tiga mata uang yaitu:
- a. Mata uang De Javasche Bank
- b. Mata uang pemerintah Hindia Belanda
- c. Mata uang pemerintah pendudukan Jepang
Berikut merupakan permasalahan yang terjadi pada masa pasca proklamasi:
a. Blokade Laut
Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda dimulai pada bulan November 1945. Blokade ini menutup pintu keluar-masuk perdagangan Indonesia. Akibatnya, barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat diekspor, dan Indonesia tidak dapat memperoleh barang-barang impor yang sangat dibutuhkan. Tujuan Belanda melakukan blokade ini adalah untuk meruntuhkan perekonomian Indonesia. Dalam rangka menghadapi blokade laut ini, pemerintah melakukan berbagai upaya, di antaranya sebagai berikut.
1) Melaksanakan Program Pinjaman Nasional
Program pinjaman nasional dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Pinjaman yang direncanakan sebanyak 1 miliar rupiah dan dibagi atas dua tahap. Pinjaman akan dibayar kembali selambat-lambatnya dalam waktu 40 tahun.
Pada bulan Juli 1946, seluruh penduduk Jawa dan Madura diharuskan menyetorkan (menabung) sejumlah uang kepada Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian. Pada tahun pertama sudah terkumpul uang sebanyak 500 juta rupiah. Pelaksanaan pinjaman ini dinilai sukses. Kesuksesan merupakan bukti dukungan rakyat terhadap negara. Tanpa dukungan dan kesadaran rakyat yang tinggi, dapat dipastikan negara akan mengalami kebangkrutan.
2) Melakukan Diplomasi ke India
Pada tahun 1946, Indonesia membantu pemerintah India yang tengah menghadapi bahaya kelaparan dengan mengirimkan beras seberat 500.000 ton. Sebagai imbalannya, pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Selain bersifat ekonomis, pengiriman bantuan ke India juga bersifat politis karena India merupakan negara Asia yang paling aktif mendukung perjuangan diplomatik dalam rangka solidaritas negara-negara Asia.
3) Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
Usaha mengadakan hubungan dagang ke luar negeri itu dirintis oleh Banking and Tranding Coperation (BTC), suatu badan perdagangan semi pemerintah. BTC berhasil mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika Serikat. Dalam transaksi pertama, pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor seperti gula, teh, dan karet. Usaha lain untuk mengadakan hubungan dagang langsung ke luar negeri juga dilakukan melalui Sumatra. Tujuan utamanya adalah Singapura dan Malaya. Usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat. Pelaksanaan penembusan blokade dilakukan oleh angkatan laut Republik Indonesia dengan bantuan dari pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor. Melalui upaya ini, Indonesia berhasil menjual barang-barang ekspor dan memperoleh barang-barang impor yang dibutuhkan.
2. Perkembangan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin
Pada masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin, perekonomian Indonesia masih menghadapi berbagai masalah ekonomi, seperti beban ekonomi dan keuangan yang harus ditanggung oleh Indonesia sebagaimana yang disepakati dalam Konferensi Meja Bundar (KMB), defisit keuangan serta upaya mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional yang tersendat-sendat.
Tanggungan beban ekonomi dan keuangan sesuai kesepakatan KMB membuat defisit keuangan bertambah hingga mencapai 5,1 miliar rupiah. Defi sit tersebut dapat dikurangi dengan pinjaman pemerintah. Jumlah yang didapat dari pinjaman wajib sebesar 1,6 miliar rupiah. Kemudian, Indonesia mendapat kredit dari Uni Indonesia Belanda sebesar 200 juta rupiah. Selanjutnya, Indonesia juga mendapatkan kredit dari Exim Bank of Washington sejumlah 100 juta dolar AS yang sebagian digunakan untuk pembangunan prasarana ekonomi seperti proyek-proyek pengangkutan otomotif, pembangunan jalan telekomunikasi, kereta api, dan perhubungan udara.
Dalam rangka memperbaiki keadaan ekonomi, pemerintah berupaya mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Caranya dengan memberi bantuan kredit kepada pengusaha-pengusaha pribumi agar usahanya dapat berkembang maju dan perubahan struktur ekonomi akan tercapai. Namun pada kenyataannya, bantuan kredit ini tidak efektif sehingga program pemerintah tidak berhasil dan justru menjadi salah satu sumber defisit.
Masalah perekonomian yang muncul ini pun akhirnya menimbulkan berbagai upaya untuk mengatasinya. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
a. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 untuk menanggulangi defisit anggaran. Melalui kebijakan ini, jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.
b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah untukmengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Sistem Ekonomi Gerakan Benteng memiliki tujuan antara lain sebagai berikut.
1) Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
2) Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
3) Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gerakan Benteng dimulai pada bulan April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan beban keuangan pemerintah makin besar. Kegagalan Gerakan Banteng disebabkan oleh hal-hal berikut.
1) Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
2) Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
3) Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah.
4) Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
5) Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
6) Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
c. Nasionalisasi De Javasche Bank
Pada akhir tahun 1951, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya, terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuan nasionalisasi De Javasche Bank adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan
d. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Pada pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1954-Agustus 1955), Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Tjokroadisurjo memprakarsai sistem ekonomi yang dikenal dengan nama Sistem Ali-Baba. Sistem ini merupakan bentuk kerja sama ekonomi antara pengusaha pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan pengusaha nonpribumi (khususnya China) yang diidentikkan dengan Baba. Sistem ekonomi ini bertujuan mendorong tumbuh dan berkembangnya pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi.
Dalam pelaksanaannya, sistem ekonomi Ali-Baba tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Hal ini disebabkan para pengusaha nonpribumi lebih berpengalaman daripada pengusaha pribumi. Akibatnya, para pengusaha pribumi hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha nonpribumi untuk mendapatkan kredit dari pemerintah.
e. Devaluasi Mata Uang Rupiah
Dalam usaha memperbaiki kondisi ekonomi, pada tanggal 24 Agustus 1959, pemerintah mendevaluasi mata uang Rp1.000 dan Rp500 menjadi Rp100 dan Rp50. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp25.000.
Tujuan kebijakan devaluasi ini adalah untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan. Namun, kebijakan pemerintah ini ternyata tidak dapat mengatasi kemunduran ekonomi secara keseluruhan.
f. Mengeluarkan Deklarasi Ekonomi
Deklarasi Ekonomi (Dekon) dikeluarkan pada tanggal 26 Mei 1963. Pemerintah menganggap bahwa untuk menanggulangi kesulitan ekonomi, satu-satunya jalan adalah dengan sistem Ekonomi Terpimpin. Namun, dalam pelaksanaan Ekonomi Terpimpin, pemerintah lebih menonjolkan unsur terpimpinnya daripada unsur ekonomi efisien. Sektor ekonomi ditangani langsung oleh Presiden. Akibatnya, kegiatan ekonomi sangat bergantung pada pemerintah pusat dan kegiatan ekonomi pun mengalami penurunan.
Meski berbagai upaya perbaikan ekonomi telah dilakukan, pendapatan perintah tetap menurun karena saat itu Indonesia tidak memiliki ekspor kecuali hasil perkebunan. Selain itu, adanya pemberontakan dan gerakan separatis di berbagai daerah di Indonesia dan tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan makin meningkat.
3. Perkembangan Ekonomi Pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, program ekonomi pemerintah lebih banyak tertuju kepada kepada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama upaya mengatasi inflasi, penyelamatan keuangan negara, dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Dalam melaksanakan program ekonomi, pemerintah menetapkan kebijakan ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Program tersebut dapat terlaksana dan berhasil menjadikan ekonomi Indonesia berkembang pesat.
Untuk menambah pengetahuan tentang perkembangan ekonomi Indonesia pada saat itu, kamu dapat membaca uraian berikut.
a. Program Jangka Pendek
Program jangka pendek dalam rangka penyelamatan ekonomi nasional diwujudkan dengan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi yang dimaksud adalah pengendalian inflasi supaya harga-harga tidak melonjak terus secara cepat. Rehabilitasi yang dimaksud adalah rehabilitasi fisik terhadap sarana prasarana dan alat-alat produksi yang banyak mengalami kerusakan.
b. Program Jangka Panjang
Program jangka panjang yang dilaksanakan oleh pemerintah orde baru diwujudkan dengan pelaksanaan rencana pembangunan jangka panjang (25 tahun). Pembangunan jangka panjang dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun).
1) Pelita I (1 April 1969-1 Maret 1974)
Sasaran yang hendak dicapai adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita lebih menitikberatkan pada sektor pertanian.
2) Pelita II (1 April 1974 - 31 Maret 1979)
Sasaran yang hendak dicapai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, menyejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja. Pada sektor pertanian, telah dilakukan perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi baru.
3) Pelita III (1 April 1979-31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Pelita III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi.
4) Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Pelita IV menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan.
5) Pelita V (1 April 1989 - 31 Maret 1994)
Pelita V menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri.
6) Pelita VI
Pelita VI merupakan awal pembangunan jangka panjang tahap kedua. Pelita VI lebih menitikberatkan pada sektor ekonomi, industri, pertanian, serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Namun, pada tahun 1997 Indonesia dilanda krisis keuangan yang berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Akibatnya, Pelita VI tidak bisa dilanjutkan sesuai dengan yang direncanakan.
4. Perkembangan Ekonomi Pada Masa Reformasi
Pada tahun 1997, Indonesia dilanda krisis keuangan dan terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika melemah dari Rp. 2.500 pada tahun 1997 menjadi Rp.15.000 pada bulan Juni 1998. Melemahnya nilai tukar rupiah memicu terjadinya krisis ekonomi. Banyak perusahaan dalam negeri yang melakukan pinjaman luar negeri dalam dolar Amerika kesulitan membayar pinjaman karena nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika lemah. Angka pemutusan kerja meningkat disebabkan banyak perusahaan yang melakukan penghematan atau menghentikan kegiatan usaha (bangkrut). Angka kemiskinan bertambah, harga-harga kebutuhan pokok naik tidak terkendali, dan biaya hidup makin tinggi.
a. Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie (1998 – 1999)
Pada masa ini, proses pemulihan ekonomi dilaksanakan dengan langkah-langkah antara lain sebagai berikut:
1) Menjalin kerja sama dengan International Moneter Fund-IMF (Dana Moneter Internasional) untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.
2) Menerapkan indenpendensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.
3) Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.
4) Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga di bawah Rp.10.000.
5) Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.
b. Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (1999 – 2001)
Pada masa ini, kondisi ekonomi Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan dan kondisi keuangan sudah mulai stabil. Namun keadaan kembali merosot. Pada bulan April 2001, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika melemah hingga mencapai Rp.12.000. Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut berdampak negatif terhadap perekonomian nasional dan menghambat usaha pemulihan ekonomi.
c. Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri (2001 – 2004)
Pada masa ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berhasil distabilkan. Namun, pertumbuhan ekonomi masih tergolong rendah yang disebabkan kurang menariknya perekonomian Indonesia bagi investor dan karena tingginya suku bunga deposito. Adapun kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan ekonomi antara lain sebagai berikut:
1) Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 miliar.
2) Mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
3) Kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
d. Masa Pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (2004 – 2014)
Perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik pada Masa kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Dalam menyelenggarakan perekonomian negara, pemerintah menerapkan beberapa kebijakan antara lain sebagai berikut:
1) Mengurangi Subsidi Bahan Bakar Minyak
Melonjaknya harga minyak dunia menimbulkan kekhawatiran akan membebani Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Oleh karena itu, ditetapkanlah kebijakan pengurangan subsidi BBM agar tidak membebani APBN.
2) Pemberian Bantuan Langsung Tunai
Program BLT diselenggarakan sebagai respons kenaikan BBM. Program ini bertujuan untuk membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi.
3) Pengurangan Utang Luar Negeri
Dalam rangka mengurangi utang luar negeri, pada tahan 2006, pemerintah Indonesia melunasi sisa utang ke IMF sebesar 3,1 miliar dolar Amerika.
e. Masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (2014 – sekarang)
Perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo struktur APBN dirombak guna mendorong investasi, pembangunan infrastruktur, dan melakukan efisiensi agar Indonesia lebih berdaya saing. Pembangunan jalan tol dan tol laut yang memudahkan sarana transportasi baik darat maupun laut sangat memberi dampak terhadap perekonomian di berbagai wilayah Indonesia.