Teks Drama

 
Teks Drama

Teks Drama

Pada dasarnya unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam teks drama hampir sama dengan teks cerpen. Namun,  sedikit ada perbedaan. Untuk mengetahui perbedaan tersebut, bacalah kutipan teks drama  berikut dengan cermat.

AYAHKU PULANG

Disadur oleh Usmar Ismail dari cerita Jepang “Tjitji Kaeru”

Para pelaku: Gunarto, Maimun, Ibu, Mintarsih, dan Saleh

Ruang rumah yang sederhana, di belakang: Kiri empat pintu beranda senja lalu di luar sudah gelap. Di panggung: Di sebelah kiri agak ke depan sice kecil yang sudah tersedia. Di sebelah kiri agak ke depan sice kecil yang sudah tua dengan dua buah kursi dan satu meja. Ibu sedang di dekat jendela melihat ke luar dengan jahitan di tangan. Dari jauh kedengaran tabuh bersahut-sahutan. Masuk Gunarto dari kiri dan berhenti.

Gunarto : (MEMANDANG IBU) Ibu melamun lagi (SUARA AGAK MENYESAK)

Ibu : (TIDAK BERPALING BENAR) Malam lebaran Narto, dengarlah tabuh itu bersahut-sahutan. Pada malam lebaran ini ia pergi, pergi dengan tidak meninggalkan kata.

Gunarto : (AGAK KESAL) Ayah........?

Ibu : Keesokan harinya, hari lebaran sesudah sembahyang aku ampuni dosanya.

Gunarto : Kenapa Ibu ingat juga waktu yang lampau itu, mengingat orang yang tak pernah ingat pada kita lagi.

Ibu : (MEMANDANG GUNARTO) Aku merasa, dia masih ingat pada kita Narto.

Gunarto : (PERGI KE MEJA MAKAN DAN MEMBUKA TUDUNG MAKANAN) Min ke mana Bu? 

Ibu : Mintarsih keluar sore tadi mengantarkan jahitan.

Gunarto : (HERAN) Min masih saja terima jahitan, Bu ...? Bukan tak usah lagi ia bekerja banting tulang sekarang?

Ibu : Biarlah Narto, nanti kalau dia sudah bersuami kepandaiannya itu tak akan sia-sia.

Gunarto : (MEMANDANG IBUNYA DAN MENDEKATI DENGAN PENUH KASIH) Sebenarnya BU, hendak kukatakan penghasilan belum cukup untuk makan kita sekeluarga. (DIAM SEBENTAR) Tapi, bagaimana dengan lamaran orang itu, Bu ?

Ibu : Mintarsih tampaknya belum mau bersuami tapi orang itu mendesak juga.

Gunarto : Tapi, apa salahnya, Bu. Uangnya kan banyak.

Ibu : Ah, uang, Narto......

Gunarto : Maaf Bu, bukan maksudku menjual adikku sendiri. Aku sudah terlalu mata duitan, mungkin dalam hidup yang penuh derita ini.

Ibu : (TERKENAMG) Ayahmu yang beruang, punya tanah dan kekayaan, waktu kami baru kawin tapi kemudian ... seperti pohon ditiup angin kencang, buahnya pada gugur, karena (HENING PEDIH LEMAH).... Uang tak berarti Narto, ... tidak ... aku tidak mau terkena dua kali. Aku tidak mau Mintarsih bersuamikan orang yang karena ia banyak uang... tidak, cukuplah aku sendiri saja.... . Biarlah ia hidup sederhana, Mintarsih bersuamikan orang yang berbudi tinggi, mesti.

Gunarto : (MENCOBA TERTAWA) Tapi kalau kedua-keduanya sekaligus, Bu. 

Ibu : Ada harta ada budi di mana kan dicari Narto.

Gunarto : Mintarsih adalah gadis yang cantik, tapi pada saat ini kita tak ada uang di rumah ....sedikit hari lagi uang simpanan penghabisan habis. (TERPEKUR, KEMUDIAN GERAM) Semua ini adalah karena ayah, Mintarsih mesti pula menderita. Dari mulai kecil ia sudah mulai merasakan pahit getir penghidupan. Tapi, kita mesti dapat mengatasi segala kesukaran ini Bu; Mesti ... Min mesti bisa juga merasakan senang sedikitnya. Itu kewajibanku, aku mesti lebih keras berusaha. Akh, Jika aku ada uang barang lima ratus saja. 

Ibu : Buat perkawinan Mintarsih seratus sudah cukup Narto. (SAMBIL TERSENYUM) dan ... sesudah itu datang giliranmu......

Gunarto : Aku kawin Bu...? Belum bisa aku memikirkan kesenangan diriku sendiri, sebelum saudara-saudaraku senang, dan Ibu dapat mengecap bahagia yang sebenarnya dari jerih payahku.

Ibu : Tapi aku akan merasa bahagia, jika engkau bahagia Narto.... karena...... nasibku bersuami tidak baik benar, bahagia itu akan turun pada anaknya (DIAM, DARI JAUH MASIH KEDENGARAN BEDUK). Malam lebaran dia pergi itu.... waktu itu tahu aku apa yang mesti kukerjakan, tapi .... 

Gunarto : (TAMPAKNYA, PINDAH ACARA) Maimun lambat benar pulang hari ini, Bu?

Ibu : Barangkali banyak yang mesti dibereskan. Katanya, mungkin bulan depan dia naik gaji.

Gunarto : (GIRANG) Betul itu Bu? Maimun memang pintar, otaknya encer... tapi uang kita tidak ada, tidak dapat mengongkosi sekolahnya lebih lanjut, Sayang ... sekarang dia terpaksa kerja di kantor saja. Tapi, jika dia bekerja keras dan dia cukup kemauan, tentu dia akan jadi orang yang berharga juga bagi masyarakat.

Ibu : (SAMBIL BEROLOK-OLOK) Narto, siapa puteri yang sering-sering kulihat sama-sama dengan kau naik sepeda...?

Gunarto : Akh, cuma teman sekerja, Bu ...!

Ibu : Rasanya pantas sekali buat engkau. Meskipun kukira dia bukan orang yang serendah derajat kita. Tapi kalau kau suka......

Gunarto : Akh, buat apa memikirkan kawin sekarang, Bu.... barangkali sepuluh tahun lagi, jika semua telah beres.

Ibu : Tapi jika Mintarsih kawin, kau mesti juga Narto. Kau kan lebih tua. (TERKENANG) Waktu ayahmu pergi malam lebaran itu ... kupeluk anak-anakku... hilang akalku.... 

Gunarto : Akh, apa gunanya mengulang-ngulang kaji lama Bu ... (MASUK MAIMUN) Maimun: Lama menunggu aku...?

Gunarto : Akh, aku juga baru kembali.

Ibu : Agak terlambat hari ini Mun...?Maimun: Overwerek, Bu. Tapi biarlah buat perkawinan Mintarsih. Mana dia Bu?

Ibu : Mengantar barang jahitan. Tapi sudah sedia, makanlah dahulu nanti saja mandi.

Maimun : (DUDUK KE MEJA MAKAN) Narto! Ada kabar aneh. Tadi pagi aku berjumpa dengan Pak Tirto, katanya dia bertemu dengan seorang tua, katanya agak serupa dengan ayah.

Gunarto : (TIDAK PEDULI)-(MULAI MAKAN) .... Begitu ....

Maimun : Waktu Pak Tirto sedang belanja di pasar Gudeg, kita tiba-tiba berhadapan dengan orang tua, kira-kira berumur enam puluh tahun. Ia agak kaget juga, karena orang tua itu seperti sudah dikenalnya. Katanya agak serupa Raden Saleh. Tapi orang tua itu terus menyingkir dan menghilang di tengah-tengah orang ramai. 

Ibu : (AGAK KAGET) Pak Tirto kawan ayahmu sejak kecil. Mereka sama-sama sekolah dulu. Tapi mereka sudah lama tak berjumpa, sudah dua puluh tahun. Boleh jadi ia salah lihat.

Maimun : Pak Tirto pun mengaku juga, boleh jadi aku salah lihat, katanya. Dua puluh tahun memang rasa lama dalam hidup seorang manusia. Tapi katanya pula, ia kenal benar pada ayah, jadi...

Gunarto : (MEMOTONG) Akh, mana bisa ada di sini.... 

Ibu : (DIAM SEJURUS) Memang dia sudah lama meninggal. Atau keluar negeri, sudah dua puluh tahun ia pergi, pada malam lebaran seperti ini.

Maimun : Ada orang mengatakan, dia ada di Singapura.

Ibu : Tapi itu sudah sepuluh tahun yang lalu. Waktu itu kata orang dia punya toko besar di sana. Kata orang yang melihatnya hidupnya mentereng benar.

Gunarto : Dan anak-anaknya makan lumpur.....

Ibu : (TERUS SAJA SEPERTI TIDAK MENDENGAR) Tapi kemudian, tak ada kabar sama sekali tentang ayahmu. Apalagi sesudah perang sekarang, di mana kita akan dapat bertanya.

Maimun : Bagaimana rupa ayah sebenarnya, Bu...?

Ibu : Waktu ia masih muda, tak begitu suka belajar, tidak seperti kau, ia lebih suka berfoya-foya dan ayahmu disegani orang, ia dapat meminjam uang kian ke mari. Itulah ....

Gunarto : (TAK SABAR) Bu, marilah kita makan (MULAI)

Ibu : Oo...yah, aku lupa hampir, (LALU MELETAKKAN SENDOK)

Gunarto : Pak Tirto bertemu dengan orang tua itu kapan Mun...?

Maimun : Kemaren sore, kira-kira pukul setengah tujuh

Gunarto : Bagaimana pakaiannya...?

Maimun : Tak begitu bagus lagi, katanya. Pakaiannya sudah hampir compang-camping, dan pecinya sudah hampir putih.

Gunarto : (SEPERTI TAK PEDULI) Hmm... begitu ...

Maimun : Kau masih ingat bagaimana rupa ayah Mas ...?

Gunarto : (SINGKAT) Tak ingat aku lagi.

Maimun : Mestinya engkau ingat, umurmu sudah delapan tahun waktu itu, aku sendiri masih ingat rupanya meskipun rada-rada samar.

Gunarto : (AGAK KESAL) tak ingat lagi kataku....Telah lama kupaksa diriku melupakan dia.

Maimun : (TERUS SAJA) Pak Tirto banyak bercerita tentang ayah. Katanya ayah seorang yang baik hati.

Ibu : ( (YANG SEMENTARA IKUT MASUK) Ya, orang bilang ayahmu baik hati. (TERKENANG)....jika masih di rumah.... besok hari akan lebaran pula ... dapatlah dia bersenang-senang di tengah-tengah anak anaknya... .

Gunarto : Mintarsih sebenarnya sudah mesti pulang sekarang. Hari ini adalah telat sekali.

Maimun : Mas Narto, aku berkenalan dengan seorang India. Dia mau mengajar aku bahasa Urdu, dan aku memberi pelajaran bahasa Indonesia padanya.

Gunato : (AGAK KERAS) Baik itu, kau mustilah mengumpulkan ilmu sebanyak-banyaknya. Hendaknya kau dapat membanggakan kelak, engkau telah jadi orang yang berarti dalam masyarakat karena tanganmu sendiri. Atas tenagamu sendiri (KEMUDIAN BERNAFAS) dengan tidak bantuan seorang atau siapa pun juga .... (BERHENTI SEJURUS, SEDIH) Aku sebenarnya ingin jadi seorang yang pandai berharga, dapat berbakti kepada masyarakat dan bangsa... tapi aku hanyalah keluaran sekolah rendah ... Aku tak pernah meningkat tinggi ... Karena aku tak berayah, tak ada orang yang berpengetahuan sekolah menengah tinggi, bekerjalah sekuat tenagamu.Aku percaya engkau insaf akan panggilan zaman sekarang.(MASUK MINTARSIH SEORANG GADIS YANG GIRANG TAMPAKNYA)

Mintarsih : Ah, sudah makan saja orang rupanya.

Ibu : Kami tadi tunggu, tapi engkau lama benar .... (MINTARSIH TERUS KE JENDELA MELIHAT KE LUAR) Makanlah, apa yang kau lihat di situ?

Mintarsih : Waktu aku pulang ini .... (MELIHAT PADA GUNARTO YANG TERUS MAKAN) Mas Narto, dengarlah dulu. 

Gunarto : (BIASA) Aku mendengar.

Mintarsih : Ada orang tua di pojok jalan ini, dari jembatan sana melihat-lihat keadaan rumah kita..... seperti kere nampaknya....(SEMUA DIAM) Kenapa diam?

Gunarto : (MEMPERCEPAT MAKANNYA)

Maimun : (CEPAT MAU BERDIRI) Orang tua? Macam apa rupanya?

Mintarsih : Hari agak gelap, tak begitu jelas bagiku, tapi orangnya tinggi.

Maimun : (BANGKIT DARI KURSI, PERGI KE JENDELA) Coba aku lihat ....

Gunarto : (AGAK MENOLEH SEDIKIT) Siapa Maimun?

Maimun : Tidak ada orang yang kulihat, (IA KEMBALI KE TEMPATNYA)

Ibu : (MELETAKKAN SENDOK TERKENAMG) Malam lebaran seperti ini waktu dia pergi itu. Mungkin-mungkinkah....

Gunarto : (AGAK KESAL) Ah, Ibu, lupakanlah segala apa yang telah lalu itu.

Ibu : (MENGENANG TERUS) Waktu kami masih sama-sama muda, kami sangat berkasih-kasihan. Banyak kenang-kenangan indah di masa itu yang tak bisa aku lupakan. Mungkinkah ia kembali juga, karena jika manusia itu tua, hatinya mungkin lunak juga (DIAM SEJURUS, KEDENGARAN SUARA SEORANG LAKI-LAKI DI PINTU)

Suara : Kulo nuwun, kulo nuwun..... Apa di sini rumahnya Nyonya Saleh?

Ibu : ( KAGET, BANGKIT DARI KURSI) Astagfirulah, ayahmu, ayahmu pulang. (CEPAT KE BERANDA DEPAN, SEMENTARA ITU MASUK SALEH, SEORANG TUA KIRA-KIRA 60 TAHUN)

Saleh : (TERHARU) Tinah .... Tinah ....

Ibu : Saleh... engkau Saleh (MEREKA SALING MENDEKATI, TAPI TAK SENTUH- MENYENTUH) Tapi engkau .... engkau berubah Saleh.

Ayah : (TERSENYUM LEMAH) Ya, aku berubah. Tinah, 20 tahun perceraian, merubah muka. Tapi kulihat engkau ada sehat saja. Gembira aku, anak-anak bagaimana? Tentu ia sudah besar sekarang . (SUARA SEDIH)

Mengidentifikasi Unsur-unsur Intrinsik Teks Drama

Setelah Anda membaca penggalan drama di atas, tentu Anda dapat menjelaskan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Unsur-unsur drama tersebut antara lain: (1) tema, (2) plot atau alur, (3) tokoh dan karakter, (4) dialog, (5) latar atau setting, (6) amanat. Bila teks drama itu dipentaskan maka harus dilengkapi dengan unsur: (7) gerak atau action, (8) tata busana dan tata rias, (9) tata panggung, dan (10) tata bunyi dan tata sinar. 

  1. Tema adalah dasar cerita yang merupakan sasaran tujuan. Penulis melukiskan watak para tokoh dalam teks dramanya dengan dasar tersebut. Karena itu, tema merupakan unsur yang paling penting dalam seluruh cerita. 
  2. Plot atau alur dalam drama mempunyai tahapan-tahapan, yaitu: (1) tahapan permulaan, (2) tahapan pertikaian, (3) tahapan perumitan, (4) tahapan puncak, (5) tahapan peleraian, dan (6) tahapan akhir. Tahapan- tahapan tersebut, dalam drama dibagi menjadi babak-babak dan adegan-adegan.
  3. Gambaran tentang tokoh cerita dalam drama akan lebih jelas dan konkret karena ditampilkan secara jelas; dapat dilihat bentuk tubuhnya, gerak-gerik dan mimiknya; serta dapat didengar suaranya.
  4. Dialog dalam drama mempunyai bermacam-macam fungsi, yaitu: (1) melukiskan watak tokoh, (2) mengembangkan plot dan menjelaskan isi cerita, (3) memberikan isyarat peristiwa yang mendahului, (4) memberikan peristiwa isyarat yang akan datang, (5) memberikan komentar terhadap peristiwa yang sedang terjadi.
  5. Latar atau setting dalam drama meliputi tempat, waktu, dan suasana.
  6. Amanat adalah pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada para pembaca. Amanat dalam drama biasanya dituangkan melalui dialog-dialog para pelakunya. Karena itu, untuk menemukan sebuah amanat dalam teks drama harus benar-benar mencermati dialog-dialog tersebut sampai tuntas.
  7. Gerak atau action dalam drama merupakan ekspresi dari aktivitas para tokohnya. Dalam drama dikenal istilah (1) gerak mimik adalah gerak raut muka; (2) gerak pantomimik adalah gerak anggota tubuh yang lain; dan (3) gerak blocking adalah posisi aktor di atas pentas.
  8. Tata busana adalah segala pakaian dan perlengkapan yang dipakai oleh aktor di atas pentas; sedangkan tata rias adalah upaya untuk mengubah fisik manusia sesuai dengan tuntutan teks.
  9. Tata panggung adalah gambaran lokal tentang peristiwa yang terjadi yang diwujudkan secara jelas di atas panggung.
  10. Tata bunyi mencakup dua macam yaitu efek bunyi dan musik. keduanya berfungsi untuk menghidupkan suasana. Yang termasuk efek bunyi misalnya, bunyi mobil, bunyi telepon, bunyi air, dan lain-lain. Musik berfungsi untuk membangkitkan daya bayang penonton, misalnya musik seram, musik, gembira, sedih, dan lain-lain.
  11. Tata lampu berfungsi untuk menyinari atau memberikan cahaya.

Mengidentifikasi Unsur-unsur Ekstrinsik dalam Teks Drama

Unsur-unsur ekstrinsik dalam teks drama sama halnya dengan unsur-unsur ekstrinsik dalam teks cerpen, yaitu unsure yang berhubungan dengan nilai-nilai, misalnya nilai moral, social, agama, dan lain-lain. 

Memerankan Tokoh dalam Teks Drama

Pada kegiatan belajar ini Anda akan belajar memerankan tokoh dalam sebuah teks drama. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memerankan sebuah teks drama adalah harus dengan mimik dan gerak-gerik sesuai dengan watak tokoh. Di samping itu, seorang tokoh harus dapat mengungkapkan dialog dengan vokal yang jelas, mengatur cepat atau lambatnya suara (tempo); menata tinggi dan rendahnya suara (nada), dan mengatur keras dan lembutnya suara (dinamik).

Jika memerankan tokoh dalam teks drama secara utuh dalam satu naskah drama, haruslah memerhatikan unsur-unsur yang lainnya, seperti hal-hal berikut.

  1. Gerak atau action dalam drama merupakan ekspresi dari aktivitas para tokohnya. Dalam drama dikenal istilah (1) gerak mimik adalah gerak raut muka; (2) gerak pantomimik adalah gerak anggota tubuh yang lain; dan (3) gerak blocking adalah posisi aktor di atas pentas.
  2. Tata busana adalah segala pakaian dan perlengkapan yang dipakai oleh aktor di atas pentas; sedangkan tata rias adalah upaya untuk mengubah fisik manusia sesuai dengan tuntutan teks. 
  3. Tata panggung adalah gambaran lokal tentang peristiwa yang terjadi yang diwujudkan secara jelas di atas panggung.
  4. Tata bunyi mencakup dua macam yaitu efek bunyi dan musik. keduanya berfungsi untuk menghidupkan suasana. Yang termasuk efek bunyi misalnya, bunyi mobil, bunyi telepon, bunyi air, dan lain-lain. Musik berfungsi untuk membangkitkan daya bayang penonton, misalnya musik seram, musik, gembira, sedih, dan lain-lain.
  5. Tata lampu berfungsi untuk menyinari atau memberikan cahaya.

Post a Comment

To be published, comments must be reviewed by the administrator.

Previous Post Next Post